Monday, February 17, 2014

Suku Limola Sassa dan Suku Rampi

Sejarah Ke-balaelo-an Sassa Desa Sassa didiami oleh Suku Limolang yang dipercaya sebagai suku yang berasal dari To’manurung. Hal ini dibuktikan dengan bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Limolang, yang mana juga merupakan Bahasa To’manurung. Bahasa tersebut dijadikan bahasa sejarah lisan yang diabadikan secara turun temurun oleh Masyarakat Sassa. Suku Limolang meyakini bahwa, To’manurung yang dikatakan terlahir dari pohon bambu sebagai seorang wanita yang diturunkan oleh Tuhan. Adapun Balaelo adalah sebutan untuk Kepala Masyarakat Hukum Adat Sassa yang merupakan Suku Limolang. Dalam menjalankan pemerintahannya di masa lalu, ke-kebalaelo-an memiliki struktur organisasi dengan fungsinya masing-masing sebagai berikut: a. Balaelo berfungsi sebagai ketua adat yang mengatur dan menjalankan aturan sesuai dengan tradisi adat. b. To’minawa berfungsi sebagai juru bicara adat untuk menghubungkan Balaelo dengan masyarakat dalam perkara adat. c. Wolang berfungsi sebagai penasehat keamanan masyarakat adat.

Menurut Balaelo yang ada sekarang ini, Masyarakat Adat Sassa mempunyai wilayah adat yang jelas dengan batas-batasnya, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Takudi, sebelah timur berbatasan dengan sungai Meli, sebelah barat berbatasan dengan Sungai Binua, sebelah selatan berbatasan dengan Baebunta. Dalam hal penguasaan terhadap tanah/hutan, dalam aturan adat dikenal istilah Tana Balaelo yang berarti tanah milik bersama masyarakat kebalaeloan dan Tanana Balaelo yang berarti tanah milik pribadi Balaelo. Mereka juga mempunyai aturan adat tentang hutan. Apabila kelompok masyarakat ingin memasuki hutan, maka dilakukan prosesi adat yang diawali dengan pelepasan ternak peliharaan ke dalam hutan/lahan yang akan mereka garap. Menurut Kepala Desa Sassa, pemindahan penduduk dari Rampi ke dalam wilayah hutan yang ada di wilayah Kebalaeloan Sassa (sekarang menjadi Dusun Pulao) sekitar tahun 60-an dilakukan melalui upacara dengan pembayaran 1 bal kain putih serta sejumlah uang tebusan. Saat ini Kepala Adat (Balaelo) sudah tidak memiliki lagi kewenangan penuh terhadap pemanfaatan hasil hutan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa, saat ini warga masyarakat desa tersebut tidak memerlukan ijin kepala adat (Balaelo) untuk memungut hasil hutan, sehingga siapapun dapat memperoleh hasil dari hutan yang terdapat di wilayah Desa Sassa. Sebagai contoh, masyarakat Dusun Pulao tidak memerlukan izin Balaelo untuk menebang pohon di hutan. Hal tersebut menunjukkan bahwa, masyarakat sudah tidak lagi mentaati aturan-aturan adat. Dalam hukum adat terdapat prinsip bahwa kewenangan yang dimiliki oleh kepala adat adalah diperoleh dengan sendirinya sebagai pemberian dari masyarakat, dan bukan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah. Namun sesuai dengan peraturan pemerintah81, penentuan masih ada atau tidaknya masyarakat adat harus dilakukan melalui penelitian oleh pemerintah daerah dengan mengikutsertakan para pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada di daerah bersangkutan, LSM, dan instansi-instansi yang mengelola sumberdaya alam

No comments:

Post a Comment